BAB I
HAKIKAT
PENGENALAN DIRI.
Assalamu
Alaikum Brothers…………………….
Tema pada saat ini yg
saya mau uraikan adalah SANGAT2 RAHASIA, Beruntunglah, Berbahagialah &
Bersyukurlah kpd ALLAH SWT, Karena penjelasannya TIDAK ADA DI BUKU2 LAINNYA,
Dan ilmu2 AgamaNYA ALLAH SWT tidak gampang ditemukan & tidak
sebanding dengan harta & Material yang ada di muka bumi ini, maka tunduk
sujud syukurlah KepadaNYA semoga penjelasan ini menjadi HIDAYAH bagi
anda,……..AMIN
ini adalah kekuatan
cahaya Dzikir yg ada pada diri manusia dgn 4 tingkatan ingatan fokus pada ALLAH
SWT Sang Maha Bercahaya.
Makin dalam & fana
(hampa) suatu fokus dzikir maka makin terlenalah Sang Hamba oleh fenomena
kegaiban alam Nur Ilahiah. karena jika ingin mengenali ALLAH pahamilah tentang
Gaib sesungguhnya ALLAH pun sifatNYA GAIB & Perkenalanmu KepadaNYA Takkkan
habis sampai seumur hidupmu di dunia ini.
Seorang Hamba
terkadang tidak menyadari bahwa ia sebenarnya masih di dunia sehingga
menerawang melintasi alam kegaiban nur Ilahiah yang tak ada batas akhirnya membutuhkan
power energi cahaya dzikir yg kuat.
Jika sang Hamba
berpikir bijak ia pasti kembali ke dunia ibarat orang yang lagi menyelam
melihat cakrawala keindahan bawah laut tidak terlalu lama lalu ia kembali ke
permukaaan dasar laut untuk persiapan oksigennya kembali.
Begitulah tehnik
berzikir yang bijaksana saudara……………………………
Ketahuilah
Brothers secara realita banyak saudara2 kita yang ERROR oleh fenomena
alam kegaiban ALLAH SWT ketika mengosongkan pikiran & masuk dalam
alam kefanaan (hampa) melalui dzikir 4 tingkatan
Syariat-Tarekat-Hakikat-Ma’rifat.
Padahal kalau ditelaah
secara hakikat Alam fenomena visual kegaiban ALLAH SWT Takkan Habis oleh masa,
batas, ruang & waktu ibaratnya klo menghitung ilmu2NYA ALLAH SWT takkan
habis biarpun laut dijadikan tinta untuk menulis ayat2 ilmu ALLAH SWT Yang Maha
Luas PengetahuanNYA Di Alam Jagat Raya (Q.s Al Kahfi : 109).
Berikut ini adalah
tuntunan2 dzikir:
- Dzikir Syariat : “La Ilaha Illallah” diucapkan berulang2 dgn lisan sampai masuk kedalam hati sehingga lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia dzikir ini terdiri dari 12 huruf yg sama maknanya dengan Waktu 12 jam, dzikir ini selalu dikumandangkan oleh para malaikat bumi (Malaikatul Ahyar) ketika ALLAH SWT menciptakan setiap makhlukNYA di muka bumi.
- Dzikir Tarekat : “ALLAH”ALLAH”ALLAH” diucapkan berulang2 di dalam hati saja dengan pengosongan pikiran fana (hampa) lalu fokus pada nama tadi sehingga nama ALLAH tadi membuat & menciptakan alam bayangan hidup didepan mata anda sendiri, jangan kaget & takut oleh fenomena tersebut karena para jin syetan selalu mengintai anda tetapi berlindunglah Kepada ALLAH SWT yang Maha Menjaga Orang Beriman dgn ayat & doa : audzu billahi minas syathanir rajim…………… La ilaha illallah anta subhanaka inni kuntu minaz zhalimin……….lalu lafazkan… ALLAHU SALAMUN HAFIZHUN WALIYYUN WA MUHAIMIN ( Allah Yang Maha sejahtera, Maha Memelihara, Maha Melindungi lagi Maha Menjaga Hambanya yg beriman).
- Dzikir Hakikat : “HU”HU”HU (DIA ALLAH) diucapkan dalam hati saja dengan keadaan fana (hampa) melalui perantaraan tarikan Nafas ke dalam sampai ke perut, usahakan perut tetap keras biarpun nafas telah keluar, dalam bahasa ilmu tenaga dalam ini adalah metode pemusatan power lahiriah dari perut, dalam istilah cina yin & yang ini adalah penyembuhan/pengobatan pada diri secara bathiniah dan kesemuanya itu benar adanya karena pusat perut adalah sumber daya energi kekuatan manusia secara lahiriah & bathiniah serta secara hakikat dzikir”HU” sebenarnaya tempatnya pada pusat perut dengan perantaraan cahaya nafas yg sangat berharga pada manusia.
- Dzikir Ma’rifat : ” HU”AH”-”HU”AH”-HU”AH” atau HU-WAH” (Dia ALLAH Bersamaku”) sebenarnya bunyi dzikir ini sudah perpaduan antara hakikat & ma’rifat, dzikir tersebut dilantunkan dalam hati saja dengan gerakan nafas “HU” masuk kedalam “AH” keluar nafas, pada para sufi (wali Allah) ini adalah dzikir kenikmatan, kecintaan ( Mahabbatullah) yang sangat luas faedah hidayahnya & karomahnya sehinngga dapat menyingkap tabir rahasia2 Allah Swt pada gerakan kehidupan ini.
- Dzikir rahasia ma’rifat : ” Hu”wallahu Ahad (Allah Maha Tunggal)
Pada penjelasan diatas
tentang dzikir sebenarnya kalau bicara tentang tingkatan pemahaman Agama dengan
ilmun2NYA ALLAH SWT terdiri 7 fase tingkatan :
- Syariat : mentaati segala perintahnya dan menjauhi segala laranganNYA
- Tarekat : Jalan spritual menuju kepadaNYA
- Hakikat : Mengetahui arti makna sesuatu pada kehidupan TAPI hamba itu diam pada orang awam KARENA itulah ikatan janjinya kepada ALLAH SWT.
- Ma’rifat : Mengetahui pengenalan dirinya kepada ALLAH SWT. seperti yang hadist katakan ” kenalilah dirimu sendiri sebelum mengenali ALLAH setelah engkau MengenaliNYA maka bersatulah wujudmu BERSAMANYA.
- Musyahadah : Penyaksian fenomena kegaiban NUR ALLAH SWT Di langit & di bumi, ia menyaksikanNYA bersama para wali ALLAH & nabi2 ALLAH & Khususnya Baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW
- Mukasyaf : Terbukanya Tabir rahasia seluruhnya di langit & di bumi, para mukasyaf saat ini hanya terdiri dari 111 orang saja di seluruh dunia & setiap ada wafat ada yang menggantikan Wali tersebut, jadi berbahagialah hamba yang telah menemukannya.
- Mahabbah : Kecintaan kepada ALLAH SWT dengan penglihatan pada setiap gerakan nafas & hidupnya ada kasih sayang TuhanNYA Yang Maha Pemberi Nan Maha pemurah, tingkatan ini hanya ALLAH SWT saja yang tahu tentang kedudukan hambanya, tapi ketahuilah saudara Wali-NYA saat ini yang mencapai tingkatan MAHABBAH cuma berjumlah 11(sebelas) orang saja Di dunia ini & setiap ada yg kembali kehadiratNYA akan ada yg menggantikannya (sama para Mukasyaf), maka sangat Berbahagialah di dunia & Akherat orang2 yang telah menjumpainya.
BAB II.
Ini adalah sambungan
dari BAB I. yg baru saya jelaskan lagi tentang arti makna Dzikir
Syariat-Tarekat-Hakikat-Makrifat.
ALHAMDULILLAH dengan
adanya tulisan2 saya ini sangat banyak sekali peminatx yg mau berkunjung &
berkomentar di dalam blog ini. Itu TANDA bahwa masih banyak dr saudara2ku yg
MENCINTAI tentang hakikat pemahaman ISLAM.
Dalam Uraian Pemahaman
dzikir diatas saya telah bercerita panjangggg.. tentang Rahasia2 sesuatu, tapi
YAKINLAH itu semua KHUSUS bagi saudara2ku yg berbudi baik nan pekerti
luhur & beriman, bertaqwa yg mau memegang TEGUH SYAHADAT & ISLAM
(Ingin Selamat Lakukan Ajaran Muhammad)
Memang Pemahaman2
Dzikir diatas KHUSUS bagi org2 BENAR2 YAKIN & SUNGGUH2 ingin “MENGENAL
DIRINYA” & “MENGENAL ALLAH SWT” Al Khaliq- Pencipta Alam semesta jagad
raya. & pencipta lahir dan batin kita, jasmani-ruhani kita, Nampak dan
Tiada Nampak, NYATA & GAIB, Logika dan Non Logika.
Karena org beriman
slalu memandang TAJALLI kekuasaan Allah Swt secara NYATA pada AINUL YAKIN
(Pandangan keyakinan) yg bergerak pd alam semesta & kekuasaan HAQQUL YAKIN
(Pandangan mata hati) yg bernuansa secara GAIB yg bergerak dlm batin dan pd
unsur Bayang2 kekuasaan ALLAH.
Diatasnya HAQQUL
YAKIN masih ada lagi KAMALUL YAKIN (kesempurnaan keyakinan) dan keyakinan
ini bisa dirasakan setelah kita telah BERJUMPA dgn ALLAH di akherat nanti,
Namun ada juga bagi org2 khusus Dicintai-NYA yg telah diberi hidayah
KAROMAH-NYA & yg telah dibukakan hijab-NYA pada “KAMALUL YAKIN” di
dlm dunia.
Dan Dialah orang2 yg
mau ber-makrifat kepada ALLAH SWT & Orang2 tersebut selalu memandang
pada kefanaan (hampa) bahwa dimuka bumi ini semua Fana “tidak ada” yg ADA cuma
“WAJAH ALLAH & GERAK ALLAH SEMATA (LAA ILAHA ILLALLAH) & ini di
abadikan dlm surah Ar-Rahman:26-27.
“Kullu Man Alaiha
Fanin, Wa Yabqa Wajhu Rabbika Dzal Jalali Wal Ikram”.
Semua pasti binasa
(TIADA), yg kekal hanya WAJAH TUHANMU yg Maha memiliki keagungan &
kemuliaan.
Karena Semua punya
akhir & Masanya Masing-masing……………………..
Adapun Tentang
Makrifat:
1. AWALUDIN
MA’RIFATULLAH Artinya :Awal agama adalah mengenal Allah.
2. LAYASUL SHALAT ILLA
BIN MA’RIFAT Artinya :Tidak syah shalat tanpa mengenal Allah.
3. MAN ARAFA
NAFSAHU FAKADE ARAFA RABBAHU Artinya :Barang siapa mengenal dirinya
niscaya dia pasti akan mengenal Tuhannya.
4. ALASTUBIRABBIKUM
QOLU BALA SYAHIDNA Artinya :Bukankah aku ini Tuhanmu ? Betul engkau Tuhan
kami,kami menjadi saksi.(QS.AL-ARAF 172)
5. AL INSANNU SIRRI WA
ANNALLAHU SIRRUHU Artinya :Manusia itu rahasiaKU dan akupun ALLAH rahasia
baginya.
6. WAFI AMFUSIKUM
AFALA TUBSIRUUN Artinya :Aku ALLAH ada didalam Jiwamu mengapa kamu sendiri
tidak dpt melihat (Q.s. Adz-Dzariyat:21)
7. WANAHNU AKRABI MIN
HABIL WARIZ Artinya :Aku ALLAH lebih dekat dari urat nadi lehermu.
8. LAA TAK BUDU
RABBANA LAM YARAH Artinya :Aku tidak akan menyembah Allah bila aku tidak
melihatnya lebih dahulu.
9. INNAHU ALIMUN
BIZATISH SHUDUR Artinya: Sesungguhnya AKU ALLAH maha mengetahui segala isi hati
(Q.s AL MULK:13).
10. WA HUWA MA AKUM
AINAMA KUNTUM Artinya: AKU ALLAH berada dimana saja kamu berada. (Q.s AL
HADID:4).
BAB III.
HAKIKAT NUR MUHAMMAD.
Alimul Fadhil H.
Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari (Guru Sekumpul) pernah menyinggung
dan menguraikan pembahasan tentang salah satu tema yang selalu aktual
diperbincangkan dalam dunia tasawuf, yakni wacana tentang ‘Nur Muhammad’ dalam
salah satu pengajian beliau di Komplek al-Raudah Sekumpul Martapura. Untuk
membutiri kembali pandangan tentang Nur Muhammad dimaksud seiring dengan
peringatan haul beliau yang ke-5 tahun ini (5 Rajab 1431 H ─ 17 Juni 2010 M)
berikut tulisan ini dihadirkan guna pencerahan. Apakah yang dimaksud dengan Nur
Muhammad tersebut?
Dalam kitab Hikayat
Nur Muhammad diceritakan bahwa tubuh manusia (anak Adam) mengandungi tiga
unsur, yakni jasad, hati dan roh. Di dalam roh terdapat hakikat, di dalam
hakikat tersimpan rahasia, rahasia itulah yang dinamakan makrifah Allah. Di
dalam makrifah pula ada zat yang tidak menyerupai sesuatu pun.
Rahasia atau makrifah
Allah ini dinamakan Insan Kamil. Insan Kamil dijadikan dari Nur yang melimpah
dari zat Haqq Ta’ala.
Menurut riwayat,
sumber cerita tentang kejadian Nur Muhammad ini bermula dari biografi Nabi
Muhammad yang ditulis oleh Ibnu Ishaq (sejarawan Islam). Dalam biografi
tersebut, Ibnu Ishaq ada mencatat riwayat yang menyatakan bahwa Allah telah
menciptakan Nur Muhammad dan Nur itu telah diwarisi melalui generasi nabi-nabi
hingga ia sampai kepada Abdullah bin Abdul Muthalib dan turun kepada Nabi
Muhammad Saw.
Kemudian terdapat
sejumlah hadis yang menerangkan tentang Nur tersebut, antaranya, “sesungguhnya
yang mula-mula dijadikan oleh Allah adalah cahaya-ku (Nur Muhammad)………”.
Beragam pandangan
terhadap hadis ini, ada yang menyatakan maudhu’ (tertolak), dhaif (lemah),
bersumber dari falsafah Yunani, tetapi ada pula yang menyatakan bahwa riwayat
tersebut boleh diterima karenanya sanadnya bersambung.
Hadis tersebut cukup panjang matannya dan diringkas sebagai berikut: “Dan telah meriwayatkan oleh Abdul Razak dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah ra, beliau berkata: “Ya Rasulullah, demi bapaku, engkau dan ibuku, khabarkanlah daku berkenaan awal-awal sesuatu yang Allah telah ciptakan sebelum sesuatu! Bersabda Nabi Saw: “Ya Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan sebelum sesuatu, Nur Nabi-mu daripada Nur-Nya’.
Hadis tersebut cukup panjang matannya dan diringkas sebagai berikut: “Dan telah meriwayatkan oleh Abdul Razak dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah ra, beliau berkata: “Ya Rasulullah, demi bapaku, engkau dan ibuku, khabarkanlah daku berkenaan awal-awal sesuatu yang Allah telah ciptakan sebelum sesuatu! Bersabda Nabi Saw: “Ya Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan sebelum sesuatu, Nur Nabi-mu daripada Nur-Nya’.
Maka jadilah Nur
tersebut berkeliling dengan Qudrat-Nya sekira-kira yang dihendaki Allah.
Padahal tiada pada waktu itu lagi sesuatu pun; tidak ada lauh mahfuzh, qalam,
sorga, neraka, Malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, jin dan manusia; tiada
apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini.
Dari nur inilah
kemudian diciptakan-Nya qalam, lauh mahfuzh dan Arsy. Allah kemudian
memerintahkan qalam untuk menulis, dan qalam bertanya, “Ya Allah, apa yang
harus saya tulis?” Allah berfirman: “Tulislah La ilaha illallah Muhammad
Rasulullah.” Atas perintah itu qalam berseru: “Oh, betapa sebuah nama yang
indah dan agung Muhammad itu, bahwa dia disebut bersama Asma-Mu yang Suci, ya
Allah.” Allah kemudian berkata, “Wahai qalam, jagalah kelakuanmu ! Nama ini
adalah nama kekasih-Ku, dari Nur-nya Aku menciptakan arsy, qalam dan lauh
mahfuzh; kamu, juga diciptakan dari Nur-nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak
akan menciptakan apa pun.”
Ketika Allah telah
mengatakan kalimat tersebut, qalam itu terbelah dua karena takutnya akan Allah
dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup, sehingga sampai
dengan hari ini ujung nya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia tidak
menulis, sebagai tanda dari rahasia ilahiah yang agung.
Maka, jangan
seorangpun gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci, atau menjadi lalai
dalam mengikuti contohnya (Nabi) yang cemerlang, atau membangkang dan
meninggalkan kebiasaan mulia yang diajarkannya kepada kita.………dan seterusnya.
Bagaimana penjelasan Guru Sekumpul tentang Nur Muhammad tersebut? Secara ringkas penjelasan beliau sebagaimana konten materi pengajian yang bertemakan tentang ‘Kesempurnaan’ (penjelasan ini bahkan beliau ulang-ulang tidak kurang dari tiga kali) boleh diringkaskan sebagai berikut:
Bagaimana penjelasan Guru Sekumpul tentang Nur Muhammad tersebut? Secara ringkas penjelasan beliau sebagaimana konten materi pengajian yang bertemakan tentang ‘Kesempurnaan’ (penjelasan ini bahkan beliau ulang-ulang tidak kurang dari tiga kali) boleh diringkaskan sebagai berikut:
Beliau memulai
penjelasannya dengan ungkapan yang sangat dikenal dalam dunia tasawuf, di mana
untuk mengenal Tuhan seseorang harus terlebih dahulu mengenal akan dirinya.
Maksudnya, untuk
sampai kepada pengenalan terhadap Tuhan, menurut Guru Sekumpul haruslah
terlebih dahulu dipahami dua hal. Pertama, ia harus terlebih dahulu mengenal
asal mula akan kejadian dirinya sendiri, dari mana, di mana dan bagaimana ia
dijadikan? Kedua, ia harus terlebih dahulu mengetahui apa sesuatu yang
mula-mula dijadikan oleh Allah Swt. Kedua perkara di atas menjadi prasyarat
kesempurnaan bagi para penuntut (salik) dalam mengenal (makrifah) kepada Allah.
Adapun yang mula-mula
dijadikan oleh Allah adalah Nur Muhammad Saw yang kemudiannya dari Nur Muhammad
inilah Allah jadikan roh dan jasad alam semesta.
Bermula dari Nur
Muhammad inilah maka sekalian roh (dan roh manusia) diciptakan Allah sedangkan
jasad manusia diciptakan mengikut kepada dan dari jasad Nabi Adam as. Karena
itu, Nabi Muhammad Saw adalah ‘nenek moyang roh’ sedangkan Nabi Adam as adalah
‘nenek moyang jasad’.
Hakikat dari
penciptaan Adam as sendiri adalah berasal dari tanah (Nur Turab), tanah berasal
dari air, air berasal dari angin, angin berasal dari api, dan api itu sendiri
berasal dari Nur Muhammad.
Sehingga pada
prinsipnya roh manusia diciptakan berasal dari Nur Muhammad dan jasad atau
tubuh manusia pun hakikatnya berasal dari Nur Muhammad. Jadilah kemudian
‘cahaya di atas cahaya’ (QS. An-Nuur 35), di mana roh yang mengandung Nur
Muhammad ditiupkan kepada jasad yang juga mengandung Nur Muhammad.
Bertemu dan meleburlah
kemudian roh dan jasad yang berisikan Nur Muhammad ke dalam hakikat Nur
Muhammad yang sebenarnya. Tersebab bersumber pada satu wujud dan nama yang
sama, maka roh dan jasad tersebut haruslah disatukan dengan mesra menuju kepada
pengenalan Yang Maha Mutlak, Zat Wajibul Wujud yang memberi cahaya kepada
langit dan bumi, dan yang semula menciptakan, sebagaimana mesranya hubungan
antara air dan tumbuhan, di mana ada air di situ ada tumbuhan, dan dengan
airlah segala makhluk dihidupkan (QS. Al-Anbiya 30).
Pengenalan terhadap
hakikat Nur Muhammad inilah maqam atau stasiun yang terakhir dari pencarian
akan makrifah kepada Allah, Martabat Nur Muhammad inilah martabat yang paling
tinggi, dan pengenalan akan Nur Muhammad inilah yang menjadi ‘kesempurnaan ilmu
atau ilmu yang sempurna’.
Menarik untuk mengkaji
ulang penjelasan Guru Sekumpul di atas dengan membandingkannya kepada
penjelasan tokoh-tokoh tasawuf yang juga membahas dan menyinggung tentang
wacana ini.
Al-Hallaj yang mencetuskan teori hulul misalnya menyatakan bahwa Nur Muhammad mempunyai dua bentuk, yakni Nabi Muhammad yang dilahirkan dan menjadi cahaya rahmat bagi alam “tidaklah engkau diutus wahai (Muhammad Rasulullah Saw) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam” (martabat al-a’yanu’l Kharijiyyah) dan yang berbentuk Nur (martabat a’yanu’l Thabitah).
Al-Hallaj yang mencetuskan teori hulul misalnya menyatakan bahwa Nur Muhammad mempunyai dua bentuk, yakni Nabi Muhammad yang dilahirkan dan menjadi cahaya rahmat bagi alam “tidaklah engkau diutus wahai (Muhammad Rasulullah Saw) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam” (martabat al-a’yanu’l Kharijiyyah) dan yang berbentuk Nur (martabat a’yanu’l Thabitah).
Nur Muhammad adalah
cahaya semula yang melewati dari Nabi Adam ke nabi yang lain bahkan berlanjut
kepada para imam maupun wali; cahaya melindungi mereka dari perbuatan dosa
(maksum); dan mengaruniai mereka dengan pengetahuan tentang rahasia-rahasia
Illahi.
Allah telah
menciptakan Nur Muhammad jauh sebelum diciptakan Adam as. Lalu, Allah
menunjukkan kepada para malaikat dan makhluk lainnya, bahwa: “Inilah makhluk
Allah yang paling mulia”. Oleh itu, harus dibedakan antara konsep Nur
(Muhammad) sebagai manusia biasa (seorang Nabi) dan Nur Muhammad secara dimensi
spiritual yang tidak dapat digambarkan dalam dimensi fisik dan realiti.
Menurut sufi,
Muhyiddin Ibn Arabi, Nur Muhammad sebagai prinsip aktif di dalam semua
pewahyuan dan inspirasi. Melalui Nur ini pengetahuan yang kudus itu diturunkan
kepada semua nabi, tetapi hanya kepada Ruh Muhammad saja diberikan jawami
al-qalim (firman universal).
Sedangkan menurut pencetus teori ‘insan kamil’, Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428 M) dalam karyanya, al-Insan al-Kamil fî Ma’rifat al-Awakhir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Mengetahui Allah Sejak Awal hingga Akhirnya), menyatakan bahwa Nur Muhammad memiliki banyak nama sebanyak aspek yang dimilikinya. Ia disebut ruh dan malak apabila dikaitkan dengan ketinggiannya.
Sedangkan menurut pencetus teori ‘insan kamil’, Abdul Karim bin Ibrahim al-Jili (1365-1428 M) dalam karyanya, al-Insan al-Kamil fî Ma’rifat al-Awakhir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Mengetahui Allah Sejak Awal hingga Akhirnya), menyatakan bahwa Nur Muhammad memiliki banyak nama sebanyak aspek yang dimilikinya. Ia disebut ruh dan malak apabila dikaitkan dengan ketinggiannya.
Tidak ada kekuasaan makhluk
yang melebihinya, semuanya tunduk mengitarinya, karena ia kutub dari segenap
malak. Ia disebut al-Haqq al Makhluq bih, (al-Haqq sebagai alat pencipta),
hanya Allah yang tahu hakikatnya secara pasti. Dia disebut al-Qalam al-A’la
(pena tertinggi) dan al-Aql al-Awal (akal pertama) karena wadah pengetahuan
Tuhan terhadap alam maujud, dan Tuhanlah yang menuangkan sebagian
pengetahuannya kepada makhluk.
Adapun disebut al-Ruh
al-Ilahi (ruh ketuhanan) karena ada kaitannya dengan ruh al-Quds (ruh Tuhan),
al-Amin (ruh yang jujur) adalah karena ia adalah perbendaharaan ilmu tuhan dan
dapat dipercayai-Nya. Oleh itu, menurut Al-Jili, lokus tajalli al-Haq yang
paling sempurna adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad ini telah ada sejak sebelum
alam ini ada, ia bersifat qadim lagi azali. Nur Muhammad itu berpindah dari
satu generasi ke generasi berikutnya dalam berbagai bentuk para nabi, yakni
Adam, Nuh, Ibrahim, Musa hingga dalam bentuk nabi penutup (khatamun nabiyyin),
Muhammad Saw.
Banyak lagi penjelasan
dan pembahasan tentang Nur Muhammad dimaksud. Karena, memang sejak awal
kedatangan dan perkembangan Islam di ‘Bumi Nusantara’, wacana Nur Muhammad
dalam berbagai konteksnya sehingga sekarang, telah menarik perhatian umat
Islam. Hal ini paling tidak didukung oleh tiga faktor.
Pertama, terlihat dari banyaknya salinan yang beredar pada masa itu berkenaan dengan ‘Hikayat Nur Muhammad’ Misalnya, Hikayat Nur Muhammad naskah Betawi yang disalin pada tahun 1668 M oleh Ahmad Syamsuddin Syah. Menurut Ali Ahmad (2005) sehingga sekarang, sekurang-kurangnya terdapat tujuh versi Hikayat Nur Muhammad.
Pertama, terlihat dari banyaknya salinan yang beredar pada masa itu berkenaan dengan ‘Hikayat Nur Muhammad’ Misalnya, Hikayat Nur Muhammad naskah Betawi yang disalin pada tahun 1668 M oleh Ahmad Syamsuddin Syah. Menurut Ali Ahmad (2005) sehingga sekarang, sekurang-kurangnya terdapat tujuh versi Hikayat Nur Muhammad.
Kedua, apresiasi
terhadap konsep Nur Muhammad telah mendorong lahirnya karya klasik ulama
Nusantara yang secara khusus berisikan pembahasan tentang teori ini. Antaranya
adalah kitab Asrar al-Insan fi Makrifah al-Ruh wa al-Rahman karya Nuruddin
al-Raniri (Aceh), tiga kitab karangan Hamzah Fansuri (Barus-Aceh); Asrar
al-‘Arifin, Syarab al-‘Asyiqin, dan al-Muntahi, serta Nur al-Daqa’iq oleh
Syamsuddin al-Sumaterani (Pasai).
Dalam kitab Asrar al-Insan
dijelaskan bahwa Allah menjadikan Nur Muhammad dari tajalli (manifestasi) sifat
Jamal-Nya dan Jalal-Nya, maka jadilah Nur Muhammad itu khalifah di langit dan
di bumi; Nur Muhammad adalah asal segala kejadian di langit dan di bumi. Di
dalam kitab Asrar al-’Arifin dibincangkan teori wahdah al-wujud yang semula
diperkenalkan oleh Abdullah Arif dalam Bahr al-Lahut dan Ibnu Arabi, kemudian
dikembangkan lagi oleh Muhammad bin Fadhlullah al-Burhanpuri melalui teori
Martabat Tujuh dalam kitab Tuhfah al-Mursalah ila Ruh al-Nabi. Kemudian, dalam
al-Muntahi, Hamzah menyatakan bahwa wujud itu satu yaitu wujud Allah yang
mutlak. Wujud itu bertajalli dalam dua martabat; ahadiyah dan wahidiyah. Dalam
kitab Nur al-Daqa’iq juga dibahas tentang wujudiyah dan martabat tujuh.
Variasi teori Nur
Muhammad dalam bentuk martabat tujuh boleh didapati pembahasannya dalam
beberapa kitab yang ditulis oleh ulama Melayu Nusantara, antaranya adalah
dibahas dalam kitab Siyarus Salikin yang dikarang oleh Syekh Abdul Shamad al-Palimbani;
kitab Manhalus Syafi (Uthman el-Muhammady, 2003) yang dikarang oleh Syekh Daud
bin Abdullah al-Fathani; Pengenalan terhadap Ajaran Martabat Tujuh yang
dikarang atau dinukilkan kepada Syekh Abdul Muhyi Pamijahan; dan kitab al-Durr
al-Nafis yang di karang oleh Syekh Muhammad Nafis al-Banjari. Oleh itu, Syekh
Muhammad Nafis al-Banjari dengan kitabnya Al-Durr al-Nafis ditegaskan oleh Wan
Mohd Shagir Abdullah (2000) sebagai salah seorang ulama Banjar penganjur ajaran
tasawuf Martabat Tujuh di Nusantara.
Dalam teori martabat
tujuh dipahami bahwa dunia manusia merupakan dunia perubahan dan pergantian,
tidak ada sesuatu yang tetap di dalamnya. Segalanya akan selalu berubah,
memudar, dan setelah itu akan mati. Oleh karena itulah, manusia ingin berusaha mengungkap
hakikat dirinya agar dapat hidup kekal seperti Yang Menciptakannya. Untuk
mengungkap hakikat dirinya, manusia memerlukan seperangkat pengetahuan batin
yang hanya dapat dilihat dengan mata hati yang ada dalam sanubarinya.
Seperangkat pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu ma‘rifatullah.
Ilmu ma’rifatullah
merupakan suatu pengetahuan yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk
mengenal dan mengetahui Allah. Ilmu ma‘rifatullah terbahagi menjadi dua macam,
yaitu ilmu ‘makrifat tanzih’ (transeden) dan ‘ilmu makrifat tasybih’ (imanen).
Tuhan menyatakan diri-Nya dalam Tujuh Martabat, yaitu martabat pertama disebut
martabat tanzih (la ta‘ayyun atau martabat tidak nyata, tak terinderawi) dan
martabat kedua sampai dengan martabat ketujuh disebut martabat tasybih
(ta‘ayyun atau martabat nyata, terinderawi).
Yakni, martabat
Ahadiyyah (ke-’ada’-an Zat yang Esa); martabat Ahadiyyah (ke-’ada’-an Zat yang
Esa); martabat Wahidiyyah (ke-’ada’-an asma yang meliputi hakikat realitas
keesaan); Keempat, martabat Alam Arwah; martabat Alam Mitsal; martabat Alam
Ajsam (alam benda); dan martabat Alam Insan.
Ketujuh proses
perwujudan di atas, keberadaannya terjadi bukan melalui penciptaan, tetapi
melalui emanasi (pancaran). Untuk itulah, antara martabat tanzih (transenden
atau la ta‘ayyun atau martabat tidak nyata) dengan martabat tasybih (imanen
atau ta‘ayyun atau martabat nyata) secara lahiriah keduanya berbeda, tetapi
pada hakikatnya keduanya sama.
Seorang Sâlik yang
telah mengetahui kedua ilmu ma‘rifatullah, baik Ma‘rifah Tanzih (ilmu yang tak
terinderawi) maupun Ma‘rifah Tasybih (ilmu yang terinderawi), ia akan sampai
pada tataran tertinggi, yaitu tataran rasa bersatunya manusia dengan Tuhan atau
dikenal dengan sebutan Wahdatul-Wujûd.
Uraian tersebut dapat
dianalogikan dengan air laut dan ombak. Air laut dan ombak secara lahiriah
merupakan dua hal yang berbeda, tetapi pada hakikatnya ombak itu berasal dari
air laut sehingga keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisah.
Ketiga, di Nusantara, Hikayat Nur Muhammad merupakan teks yang populer sekitar abad ke-14 M. Ini dibuktikan dengan tersebar luasnya kitab yang berjudul Tarjamah Maulid al-Mustafa bertahun 1351 M (Ali Ahmad, 2005), dan disinggungnya wacana ini dalam kitab Taj al-Muluk, Qishah al-Anbiya, Bustan al-Salatin, atau Hikayat Ali Hanafiah.
Ketiga, di Nusantara, Hikayat Nur Muhammad merupakan teks yang populer sekitar abad ke-14 M. Ini dibuktikan dengan tersebar luasnya kitab yang berjudul Tarjamah Maulid al-Mustafa bertahun 1351 M (Ali Ahmad, 2005), dan disinggungnya wacana ini dalam kitab Taj al-Muluk, Qishah al-Anbiya, Bustan al-Salatin, atau Hikayat Ali Hanafiah.
Membandingkan apa-apa
yang digambarkan oleh Guru Sekumpul berkenaan dengan Nur Muhammad dengan
uraian-uraian ulama terdahulu tampaknya tidak jauh berbeda sebagaimana
pandangan umum para sufi dalam melihat Nur Muhammad sebagai yang terawal
diciptakan dan kemudiannya menjadi sumber dari segala penciptaan.
Di samping itu,
menurut Guru Sekumpul maqam Nur Muhammad adalah maqam paling tinggi dari
pencarian dan pendakian sufi menuju makrifah kepada Allah, tiada lagi maqam
atau stasiun paling tinggi sesudah ini. Kesimpulannya, berbahagialah
orang-orang yang dapat menyandingkan penyatuan sumber asal mula penciptaannya
dalam satu harmoni, yakni Nur Muhammad, sebab ia berada pada satu kedudukan
yang tinggi dan terbukanya segala hijab yang membatasinya.
Penciptaan Ruh Kanjeng Nabi Muhammad
SAW.
Saat Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengeluarkan keputusan Ilahiah untuk mewujudkan makhluq, Ia pun
menciptakan Haqiqat Muhammadaniyyah (Realitas Muhammad –Nuur Muhammad) dari
Cahaya-Nya. Ia Subhanahu wa Ta’ala kemudian menciptakan dari Haqiqat ini
keseluruhan alam, baik alam atas maupun bawah. Allah Subhanahu wa Ta’ala
kemudian memberitahu Muhammad akan Kenabiannya, sementara saat itu Adam masih
belum berbentuk apa-apa kecuali berupa ruh dan badan. Kemudian darinya (dari
Muhammad) keluar tercipta sumber-sumber dari ruh, yang membuat beliau lebih
luhur dibandingkan seluruh makhluq ciptaan lainnya, dan menjadikannya pula ayah
dari semua makhluq yang wujud.
Dalam Sahih Muslim,
Nabi (SAW) bersabda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menulis Taqdir
seluruh makhluq lima puluh ribu tahun (dan tahun di sisi Allah adalah berbeda
dari tahun manusia, peny.) sebelum Ia menciptakan Langit dan Bumi, dan
`Arasy-Nya berada di atas Air, dan di antara hal-hal yang telah tertulis dalam
ad-Dzikir, yang merupakan Umm al-Kitab (induk Kitab), adalah bahwa Muhammad
sall-Allahu ‘alayhi wasallam adalah Penutup para Nabi. Al Irbadh ibn Sariya,
berkata bahwa Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Menurut Allah, aku
sudah menjadi Penutup Para Nabi, ketika Adam masih dalam bentuk tanah liat.”
Maysara al-Dhabbi (ra)
berkata bahwa ia bertanya pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, “Ya
RasulAllah, kapankah Anda menjadi seorang Nabi?” Beliau sall-Allahu ‘alayhi
wasallam menjawab, “Ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.”
Suhail bin Salih
Al-Hamadani berkata, “Aku bertanya pada Abu Ja’far Muhammad ibn `Ali
radiy-Allahu ‘anhu, `Bagaimanakah Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam
bisa mendahului nabi-nabi lain sedangkan beliau akan diutus paling akhir?” Abu
Ja’far radiy-Allahu ‘anhu menjawab bahwa ketika Allah menciptakan anak-anak
Adam (manusia) dan menyuruh mereka bersaksi tentang Diri-Nya (menjawab
pertanyaan-Nya, `Bukankah Aku ini Tuhanmu?’), Muhammad sall-Allahu ‘alayhi
wasallam-lah yang pertama menjawab `Ya!’ Karena itu, beliau mendahului seluruh
nabi-nabi, sekalipun beliau diutus paling akhir.”
Al-Syaikh Taqiyu
d-Diin Al-Subki mengomentari hadits ini dengan mengatakan bahwa karena Allah
Ta’ala menciptakan arwah (jamak dari ruh) sebelum tubuh fisik, perkataan
Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam “Aku adalah seorang Nabi,” ini mengacu
pada ruh suci beliau, mengacu pada hakikat beliau; dan akal pikiran kita tak
mampu memahami hakikat-hakikat ini. Tak seorang pun memahaminya kecuali Dia
yang menciptakannya, dan mereka yang telah Allah dukung dengan Nur Ilahiah.
Jadi, Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah mengaruniakan kenabian pada ruh Nabi sall-Allahu ‘alayhi
wasallam bahkan sebelum penciptaan Adam; yang Ia telah ciptakan ruh itu, dan Ia
limpahkan barakah tak berhingga atas ciptaan ini, dengan menuliskan nama
Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam pada `Arasy Ilahiah, dan memberitahu para
Malaikat dan lainnya akan penghargaan-Nya yang tinggi bagi beliau (sall-Allahu
‘alayhi wasallam). Dus, Haqiqat Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam
telah wujud sejak saat itu, meski tubuh ragawinya baru diciptakan kemudian. Al
Syi’bi meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya RasulAllah, kapankah
Anda menjadi seorang Nabi?” Beliau menjawab, “ketika Adam masih di antara ruh
dan badannya, ketika janji dibuat atasku.” Karena itulah, beliau (sall-Allahu
‘alayhi wasallam) adalah yang pertama diciptakan di antara para Nabi, dan yang
terakhir diutus.
Diriwayatkan bahwa
Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah satu-satunya yang diciptakan keluar
dari sulbi Adam sebelum ruh Adam ditiupkan pada badannya, karena beliau
(sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah sebab dari diciptakannya manusia, beliau
(sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah junjungan mereka, substansi mereka,
ekstraksi mereka, dan mahkota dari kalung mereka.
`Ali ibn Abi Thalib
karram-Allahu wajhahu dan Ibn `Abbas radiy-Allahu ‘anhu keduanya meriwayatkan
bahwa Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Allah tak pernah mengutus
seorang nabi, dari Adam dan seterusnya, melainkan sang Nabi itu harus melakukan
perjanjian dengan-Nya berkenaan dengan Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam):
seandainya Muhammad (SAW) diutus di masa hidup sang Nabi itu, maka ia harus
beriman pada beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan mendukung beliau
(sall-Allahu ‘alayhi wasallam), dan Nabi itu pun harus mengambil janji yang
serupa dari ummatnya.
Diriwayatkan bahwa
ketika Allah SWT menciptakan Nur Nabi kita Muhammad sall-Allahu ‘alayhi
wasallam, Ia Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan padanya untuk memandang pada
nur-nur dari Nabi-nabi lainnya. Cahaya beliau melingkupi cahaya mereka semua,
dan Allah SWT membuat mereka berbicara, dan mereka pun berkata, “Wahai, Tuhan
kami, siapakah yang meliputi diri kami dengan cahayanya?” Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjawab, “Ini adalah cahaya dari Muhammad ibn `Abdullah; jika kalian
beriman padanya akan Kujadikan kalian sebagai nabi-nabi.” Mereka menjawab,
“Kami beriman padanya dan pada kenabiannya.” Allah berfirman, “Apakah Aku
menjadi saksimu?” Mereka menjawab, “Ya.” Allah berfirman, “Apakah kalian
setuju, dan mengambil perjanjian dengan-Ku ini sebagai mengikat dirimu?” Mereka
menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, “Maka saksikanlah (hai para Nabi),
dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu.”(QS 3:81).
Inilah makna dari
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil
perjanjian dari para nabi: `Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa
kitab dan hukmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa
yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan
menolongnya.’” (QS 3:81).
Syaikh Taqiyyud Diin
al-Subki mengatakan, “Dalam ayat mulia ini, tampak jelas penghormatan kepada
Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan pujian atas kemuliaannya. Ayat ini juga
menunjukkan bahwa seandainya beliau diutus di zaman Nabi-nabi lain itu, maka
risalah da’wah beliau pun harus diikuti oleh mereka. Karena itulah, kenabiannya
dan risalahnya adalah universal dan umum bagi seluruh ciptaan dari masa Adam
hingga hari Pembalasan, dan seluruh Nabi beserta ummat mereka adalah termasuk
pula dalam ummat beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam. Jadi, sabda sayyidina
Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), “Aku telah diutus bagi seluruh ummat
manusia,” bukan hanya ditujukan bagi orang-orang di zaman beliau hingga Hari
Pembalasan, tapi juga meliputi mereka yang hidup sebelumnya. Hal ini
menjelaskan lebih jauh perkataan beliau, “Aku adalah seorang Nabi ketika Adam
masih di antara ruh dan badannya.” Berpijak dari hal ini, Muhammad (sall-Allahu
‘alayhi wasallam) adalah Nabi dari para nabi, sebagaimana telah pula jelas saat
malam Isra’ Mi’raj, saat mana para Nabi melakukan salat berjama’ah di belakang
beliau (yang bertindak selaku Imam). Keunggulan beliau ini akan menjadi jelas
nanti di Akhirat, saat seluruh Nabi akan berkumpul di bawah bendera beliau.
Barokallah.
Assalamualaikum..SUBHANNALOH..ALLOHUAKBAR..7 x (tubuh saya bergetar,air mata terurai ketika mengetik tulisan ini…
ada tambahan artikal sedikit dibawah ini semoga menambah ketaqwaan kita kepada ALLOH SWT.. :
Penciptaan Ruh Kanjeng Nabi Muhammad
Saat Allah Subhanahu wa Ta’ala mengeluarkan keputusan Ilahiah untuk mewujudkan makhluq, Ia pun menciptakan Haqiqat Muhammadaniyyah (Realitas Muhammad –Nuur Muhammad) dari Cahaya-Nya. Ia Subhanahu wa Ta’ala kemudian menciptakan dari Haqiqat ini keseluruhan alam, baik alam atas maupun bawah. Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian memberitahu Muhammad akan Kenabiannya, sementara saat itu Adam masih belum berbentuk apa-apa kecuali berupa ruh dan badan. Kemudian darinya (dari Muhammad) keluar tercipta sumber-sumber dari ruh, yang membuat beliau lebih luhur dibandingkan seluruh makhluq ciptaan lainnya, dan menjadikannya pula ayah dari semua makhluq yang wujud. Dalam Sahih Muslim, Nabi (SAW) bersabda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menulis Taqdir seluruh makhluq lima puluh ribu tahun (dan tahun di sisi Allah adalah berbeda dari tahun manusia, peny.) sebelum Ia menciptakan Langit dan Bumi, dan `Arasy-Nya berada di atas Air, dan di antara hal-hal yang telah tertulis dalam ad-Dzikir, yang merupakan Umm al-Kitab (induk Kitab), adalah bahwa Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam adalah Penutup para Nabi. Al Irbadh ibn Sariya, berkata bahwa Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Menurut Allah, aku sudah menjadi Penutup Para Nabi, ketika Adam masih dalam bentuk tanah liat.”
Maysara al-Dhabbi (ra) berkata bahwa ia bertanya pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, “Ya RasulAllah, kapankah Anda menjadi seorang Nabi?” Beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam menjawab, “Ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.”
Suhail bin Salih Al-Hamadani berkata, “Aku bertanya pada Abu Ja’far Muhammad ibn `Ali radiy-Allahu ‘anhu, `Bagaimanakah Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam bisa mendahului nabi-nabi lain sedangkan beliau akan diutus paling akhir?” Abu Ja’far radiy-Allahu ‘anhu menjawab bahwa ketika Allah menciptakan anak-anak Adam (manusia) dan menyuruh mereka bersaksi tentang Diri-Nya (menjawab pertanyaan-Nya, `Bukankah Aku ini Tuhanmu?’), Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam-lah yang pertama menjawab `Ya!’ Karena itu, beliau mendahului seluruh nabi-nabi, sekalipun beliau diutus paling akhir.”
Al-Syaikh Taqiyu d-Diin Al-Subki mengomentari hadits ini dengan mengatakan bahwa karena Allah Ta’ala menciptakan arwah (jamak dari ruh) sebelum tubuh fisik, perkataan Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam “Aku adalah seorang Nabi,” ini mengacu pada ruh suci beliau, mengacu pada hakikat beliau; dan akal pikiran kita tak mampu memahami hakikat-hakikat ini. Tak seorang pun memahaminya kecuali Dia yang menciptakannya, dan mereka yang telah Allah dukung dengan Nur Ilahiah.
Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengaruniakan kenabian pada ruh Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam bahkan sebelum penciptaan Adam; yang Ia telah ciptakan ruh itu, dan Ia limpahkan barakah tak berhingga atas ciptaan ini, dengan menuliskan nama Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam pada `Arasy Ilahiah, dan memberitahu para Malaikat dan lainnya akan penghargaan-Nya yang tinggi bagi beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam). Dus, Haqiqat Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam telah wujud sejak saat itu, meski tubuh ragawinya baru diciptakan kemudian. Al Syi’bi meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya RasulAllah, kapankah Anda menjadi seorang Nabi?” Beliau menjawab, “ketika Adam masih di antara ruh dan badannya, ketika janji dibuat atasku.” Karena itulah, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah yang pertama diciptakan di antara para Nabi, dan yang terakhir diutus.
Diriwayatkan bahwa Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah satu-satunya yang diciptakan keluar dari sulbi Adam sebelum ruh Adam ditiupkan pada badannya, karena beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah sebab dari diciptakannya manusia, beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah junjungan mereka, substansi mereka, ekstraksi mereka, dan mahkota dari kalung mereka.
`Ali ibn Abi Thalib karram-Allahu wajhahu dan Ibn `Abbas radiy-Allahu ‘anhu keduanya meriwayatkan bahwa Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) bersabda, “Allah tak pernah mengutus seorang nabi, dari Adam dan seterusnya, melainkan sang Nabi itu harus melakukan perjanjian dengan-Nya berkenaan dengan Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam): seandainya Muhammad (SAW) diutus di masa hidup sang Nabi itu, maka ia harus beriman pada beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan mendukung beliau (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), dan Nabi itu pun harus mengambil janji yang serupa dari ummatnya.
Diriwayatkan bahwa ketika Allah SWT menciptakan Nur Nabi kita Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, Ia Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan padanya untuk memandang pada nur-nur dari Nabi-nabi lainnya. Cahaya beliau melingkupi cahaya mereka semua, dan Allah SWT membuat mereka berbicara, dan mereka pun berkata, “Wahai, Tuhan kami, siapakah yang meliputi diri kami dengan cahayanya?” Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab, “Ini adalah cahaya dari Muhammad ibn `Abdullah; jika kalian beriman padanya akan Kujadikan kalian sebagai nabi-nabi.” Mereka menjawab, “Kami beriman padanya dan pada kenabiannya.” Allah berfirman, “Apakah Aku menjadi saksimu?” Mereka menjawab, “Ya.” Allah berfirman, “Apakah kalian setuju, dan mengambil perjanjian dengan-Ku ini sebagai mengikat dirimu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah berfirman, “Maka saksikanlah (hai para Nabi), dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu.”(QS 3:81).
Inilah makna dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: `Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hukmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.’” (QS 3:81).
Syaikh Taqiyyud Diin al-Subki mengatakan, “Dalam ayat mulia ini, tampak jelas penghormatan kepada Nabi (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) dan pujian atas kemuliaannya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa seandainya beliau diutus di zaman Nabi-nabi lain itu, maka risalah da’wah beliau pun harus diikuti oleh mereka. Karena itulah, kenabiannya dan risalahnya adalah universal dan umum bagi seluruh ciptaan dari masa Adam hingga hari Pembalasan, dan seluruh Nabi beserta ummat mereka adalah termasuk pula dalam ummat beliau sall-Allahu ‘alayhi wasallam. Jadi, sabda sayyidina Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam), “Aku telah diutus bagi seluruh ummat manusia,” bukan hanya ditujukan bagi orang-orang di zaman beliau hingga Hari Pembalasan, tapi juga meliputi mereka yang hidup sebelumnya. Hal ini menjelaskan lebih jauh perkataan beliau, “Aku adalah seorang Nabi ketika Adam masih di antara ruh dan badannya.” Berpijak dari hal ini, Muhammad (sall-Allahu ‘alayhi wasallam) adalah Nabi dari para nabi, sebagaimana telah pula jelas saat malam Isra’ Mi’raj, saat mana para Nabi melakukan salat berjama’ah di belakang beliau (yang bertindak selaku Imam). Keunggulan beliau ini akan menjadi jelas nanti di Akhirat, saat seluruh Nabi akan berkumpul di bawah bendera beliau.
Allaahumma salli afdalas salaati ‘ala habiibikal Mushtofa Sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wasahbihi wasallaam
WASSALAMUALAIKUM…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar